Skandal Pembelian MTN Rp 50 M oleh Bank NTT, Ini Keterangan Alex Riwu Kaho Cs dalam LHP BPK

26 Oktober 2021, 09:25 WIB
Kantor Pusat Bank NTT di Jalan W.J.Lalamentik, Kota Kupang. /Tommy Aquino/Warta Sasando/

WARTA SASANDO - Saat melakukan pemeriksaan atas pembelian Medium Term Notes (MTN) atau Surat Hutang Jangka Menengah PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) senilai Rp 50 miliar, auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI selain memeriksa dokumen, juga melakukan wawancara terhadap pejabat Bank NTT.

Pejabat yang diwawancara antara lain Dealer pada Unit Treasury, Ati Hayon (sudah resign dari Bank NTT), Kepala Sub Divisi Domestik dan International, Zet Robaldus Lamu (saat ini menjabat sebagai Kepala Divisi Treasury) serta Kepala Divisi Treasury, Alex Riwu Kaho (saat ini menjabat sebagai Direktur Utama Bank NTT).

Baca Juga: Menguak Skandal Pembelian MTN Rp 50 Miliar oleh Bank NTT yang Jadi Temuan BPK

Berikut hasil wawancara auditor BPK dengan Dealer, Kepala Sub Divisi Domestik dan International dan Dealer, dan Kepala Divisi Treasury sebagaimana termuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Nomor 1/LHP/XIX.KUP/01/2020 tanggal 14 Januari 2020.

Pertama; Pembelian MTN tidak melalui telaah terhadap laporan keuangan audited PT SNP Tahun 2017. Hanya berpatokan peringkatan yang dilakukan oleh Pefindo, tanpa mempertimbangkan catatan pada pers release Pefindo yang menyatakan bahwa peringkatan belum berdasarkan Laporan Keuangan audited PT SNP Tahun 2017, sehingga mitigasi atas risiko pembelian MTN tidak dilakukan secara baik.

Baca Juga: Kabar Baik, Biaya Transfer Antarbank Turun Jadi Rp 2.500 Mulai Desember 2021

Selain itu, PT Bank NTT tidak pertimbangkan kolektibilitas PT SNP pada SLIK Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengetahui lebih jauh tentang kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya.

Pembelian ini hanya membandingkan nilai pendapatan yang akan diterima dengan penempatan dana antarbank. Juga hanya berdasarkan pengalaman bahwa pembelian atas produk yang sama sebelumnya pada perusahaan lain, tidak mengalami permasalahan.

Kedua;  PT Bank NTT telah melakukan konfirmasi kepada bank-bank yang telah membeli produk MTN sebelumnya, tetapi tidak melakukan konfirmasi kepada bank yang menolak penawaran MTN untuk mengetahui alasan dan pertimbangan menolak melakukan pembelian MTN.

Selain itu, PT Bank NTT tidak melakukan On The Spot untuk mengetahui alamat kantor dan mengenal lebih jauh atas pengurus/manajemen PT SNP. Pertemuan dengan pengurus/manajemen PT SNP baru terjadi setelah PT SNP mengalami permasalahan gagal bayar.

Baca Juga: Ini Cara Mudah Sedekah Subuh Setiap Hari Menurut Syekh Ali Jaber

LHP BPK RI juga menyertakan hasil pemeriksaan internal PT Bank NTT yang dilaksanakan oleh Divisi Pengawasan/SKAI. Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa kondisi tersebut disebabkan analisis kelayakan yang kurang mendalam mengenai kondisi penerbit MTN.

Lemahnya analisis dan SOP penempatan dana dalam bentuk surat berharga yang tidak mensyaratkan dilakukan analisis mendalam atas kinerja keuangan, diungkapkan sebagai berikut.

Pertama; Pemilihan perusahaan untuk penempatan dana/pembelian surat berharga belum dipilih secara selektif. Belum membedakan risiko yang melekat pada masing-masing jenis perusahaan, sehingga bank bisa menetapkan beberapa jenis perusahaan yang boleh atau tidak boleh dipilih sebagai objek penempatan dana atau pembelian surat berharga.

Penempatan dana ini merupakan penempatan surat berharga yang dimiliki hingga jatuh tempo (holdtomaturity), namun tidak diungkapkan dalam telaahan/usulan penempatan dana, sehingga tidak diketahui faktor yang mendasari pemilihan surat berharga yang dimiliki hingga jatuh tempo tersebut.

Baca Juga: 9 Makanan yang Bisa Tingkatkan Daya Ingat Menurut dr Saddam Ismail, Salah Satunya Alpukat

Kedua; Secara keseluruhan pada telaahan usulan pembelian MTN telah menggambarkan adanya surplus likuiditas dan beberapa pertimbangan penempatan dana, seperti struktur MTN, sejarah dan reputasi perusahaan, strategi pemasaran, kegiatan dan prospek usaha, rating MTN, pendapatan bunga yang akan didapat.

Dalam telaah/usulan ini belum termuat analisis laporan keuangan secara mendalam, karena hanya mencantumkan data keuangan perusahaan seperti aset, kewajiban, ekuitas, total pendapatan, laba bersih, ROA, ROE, NPL-gross, namun tidak disertai dengan penjelasan analisis laporan keuangan.

Analisis laporan keuangan ini diperlukan agar dapat mengetahui kinerja perusahaan, pendapatan, keamanan investasi dan mengetahui kemampuan perusahaan melunasi utang beserta kupon dengan tepat waktu sehingga kita dapat menilai kelayakan kondisi penerbit MTN.

Baca Juga: 3 Gejala Kolesterol Tinggi Tampak Lewat Perubahan Mata dan Kulit, Simak Penjelasannya

Ketiga; Telaahan terkesan hanya berpatokan pada rating A- dari Pefindo dan kupon atau bunga MTN yang lebih besar dibandingkan dengan penempatan dana dalam bentuk lain. Sehingga penempatan dana hanya bertujuan untuk mendapatkan pendapatan kupon yang tinggi, tanpa melihat lebih jauh analisis laporan keuangan dan rasio-rasionya, dan tinjauan risikonya, kemungkinan risiko yang akan terjadi, seperti risiko gagal bayar.

Keempat; Pada telaahan usulan pembelian MTN, yang direkomendasikan adalah Seri C dengan nilai pembelian Rp 50 miliar jangka waktu 18 bulan, atau Seri D dengan nilai pembelian Rp 50 miliar jangka waktu 24 bulan.

Namun di dalam persetujuan/disposisi Kepala Divisi Treasury tidak diputuskan MTN seri C atau D. Hanya disposisi menyetujui sesuai rekomendasi, dan tidak menyebutkan MTN seri C atau D.

Baca Juga: Kopdit Ankara Distribusi Tabungan Simpel Siaga untuk 10.053 Anak Binaan Plan di Lembata

Kemudian dilakukan Trade Confirmation dari MNC Securitas tanggal 14 Maret 2018, tertulis MNC VI SNP Tahap I Tahun 2018 Seri D, Nominal Rp 50 miliar jangka waktu 24 bulan, Maturity Date: 23 Maret 2020, Kupon 10,50%, yang ditandatangani oleh PT MNC Securitas dan Kepala Divisi Treasury.

Kelima; Pefindo telah menurunkan peringkat SNP Finance menjadi id SD/selective default
tanggal 8 Mei 2018. Selanjutnya Pefindo menarik peringkat SNP Finance tanggal 28 Mei 2018. Sedangkan OJK telah membekukan kegiatan usaha PT SNP tanggal 18 Mei 2018.

Pendapatan kupon MTN pertama yang semestinya diterima PT Bank NTT pada tanggal 22 Juni 2018 (bunga dibayarkan setiap 3 bulan), mengalami penundaan pembayaran bunga.

Baca Juga: Viral Upacara Cabut Golok, Prosesi Pedang Pora ala Pernikahan Hansip

Hari ini, Selasa 26 Oktober 2021, wartasasando.com kembali berusaha mendapatkan tanggapan dari Alex Riwu Kaho. Nomor ponsel Alex +62811****** tidak dapat dihubungi. Pesan yang dikirim media ini via WhatsApp juga belum terbaca.

Diberitakan sebelumnya, pembelian MTN tidak masuk dalam rencana bisnis bank PT Bank NTT tahun 2017 ataupun tahun 2018. Namun PT Bank NTT tetap melakukan pembelian MTN senilai Rp 50 miliar tanpa didahului dengan due diligence atau uji tuntas untuk menilai kinerja penerbit MTN.

PT Bank NTT melakukan pembelian MTN VI SNP tahap I Tahun 2018 seri D dengan coupon rate 10,50%, melalui pencairan dana penempatan dana antarbank pada Bank Mandiri tanggal 22 Maret 2018 dengan Nomor surat 170/DTs/III/2018 dan telah dicatat melalui dengan nota debet Nomor 1585/DTs/III/2018 yang ditandatangani oleh Kasubdiv Domestik dan Internasional dan Kasubdiv Treasury Operasional senilai Rp 50 miliar.

Baca Juga: Update Corona Indonesia 25 Oktober 2021: Sembuh 1.236 Orang, Positif 806 Orang

Belum genap dua bulan setelah pembelian MTN, PT SNP pada 4 Mei 2018 dinyatakan pailit melalui putusan Pengadilan Niaga pada Negeri Jakarta Pusat. Kegiatan usahanya pun telah dihentikan OJK.

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI, pembelian MTN PT SNP berpotensi merugikan PT Bank NTT sebesar Rp 50 miliar dan potensi pendapatan yang hilang atas coupon rate senilai Rp 10,5 miliar.***

Editor: Tommy Aquino

Tags

Terkini

Terpopuler