Jaksa Jangan Tebang Pilih dalam Penanganan Kasus-kasus di Bank NTT

29 November 2021, 12:00 WIB
Wakil Ketua Komisi III DPRD NTT Viktor Mado Watun dan anggota Komisi III Lily Adoe /Dok. PDIP NTT/

WARTA SASANDO - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) tidak boleh tebang pilih dalam penanganan kasus-kasus yang terjadi di lingkup Bank NTT. 

Hal ini ditegaskan Wakil Ketua Komisi III DPRD NTT Viktor Mado Watun saat diwawancara wartasasando.com belum lama ini, terkait skandal pembelian medium term notes (MTN) atau surat hutang jangka menengah sebesar Rp50 miliar oleh Bank NTT dari PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP).

Viktor Mado Watun mengaku tidak habis pikir dengan keputusan sejumlah pejabat Bank NTT yang mengeluarkan uang dalam jumlah besar (Rp50 miliar) untuk investasi tanpa ada kajian atau uji tuntas (due diligence) sebagaimana temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

Baca Juga: Diduga Mau Ambil Paket Narkoba, Pengusaha di Ende Dibekuk BNN di Area Pelabuhan

"Proses awalnya jelas tidak hati-hati dan kita tidak mengerti kenapa bisa seperti itu. Di Bank NTT kan ada Direktur yang bertugas membuat kajian risiko untuk memastikan tidak ada ketentuan yang dilanggar, memastikan ada analisis kelayakan, limit transaksi yang diperbolehkan, dan sebagainya. Keputusan akhir juga sampai ke dewan direksi. Jadi kita minta pihak kejaksaan tolong teliti hal ini," ujar Wakil Ketua Komisi DPRD NTT yang membidangi keuangan daerah itu.

Menurut Viktor, sebagaimana dalam jawaban Gubernur NTT atas pandangan umum fraksi, Bank NTT disebutkan telah menindaklanjuti temuan BPK. Namu tindaklanjut atas permasalahan ini harus sampai pada penyelematan kembali kerugian keuangan Bank NTT.

"Soal temuan BPK, Bank NTT menjawab sudah selesai. Tapi penyelesaiannya seperti apa? Ini uang rakyat, uang nasabah. Jadi dengan cara apapun, kerugian daerah atau kerugian Bank NTT mesti dikembalikan. Kita punya sikap di situ," kata dewan dari Fraksi PDIP itu.

Baca Juga: Menguak Skandal Pembelian MTN Rp 50 Miliar oleh Bank NTT yang Jadi Temuan BPK

"Kita minta uang Rp 50 miliar harus kembali karena ini uang rakyat yang dikumpulkan dari nasabah di seluruh NTT termasuk orang-orang di kampung," sambung mantan Wakil Bupati Lembata itu.

Viktor Mado Watun berharap pihak Kejati NTT harus terbuka terkait penanganan kasus ini kepada publik. Prosesnya pun harus ada titik akhir dimana ada kepastian hukum terhadap oknum pejabat Bank NTT yang terlibat dan uang rakyat harus dikembalikan.

"Kita hormati proses hukum yang sedang ditangani pihak Kejaksaan dan kita minta harus usut tuntas. Tidak ada guna melibatkan Kejaksaan kalau uangnya tidak pulang. Uang yang hilang ini adalah uang nasabah jadi harus dikembalikan. Tdak ada tawar menawar," tegas Viktor.

Viktor mengapresiasi Kejati NTT yang telah menuntaskan sejumlah kasus di Bank NTT dan berhasil menyelamatkan kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus tersebut. Dan dia berharap kasus ini (skandal pembelian MTN) juga menjadi atensi kejaksaan karena nilai investasi sangat besar yakni Rp50 miliar.

Baca Juga: Skandal Pembelian MTN Rp 50 M oleh Bank NTT, Ini Keterangan Alex Riwu Kaho Cs dalam LHP BPK

"Ini kalau bermasalah, kita minta orangnya harus masuk penjara. Kesalahan prosedur administrasi dan penyalagunaan wewenang harus ada risiko hukum. Mantan pejabat Bank NTT Pak Bone (Bonefasius Ola Masan), Pak Adi Leba dan sejumlah pegawai Bank NTT dipenjara dalam kasus pemberian fasilitas kredit, kenapa ini tidak? Padahal ada kesamaan dimana dalam prosesnya tidak menerapkan mitigasi risiko secara ketat," ungkap Viktor Mado Watun.

Senada dengan Viktor, anggota Komisi III DPRD NTT Adoe Yuliana Elisabeth mengatakan, tidak ada satu pun produk investasi atau produk pembiayaan di dunia keuangan yang aman dan bebas risiko. Semua produk tentu mengandung risiko.

Atas dasar inilah, perbankan sebagai lembaga jasa keuangan menerapkan mitigasi risiko yang sangat ketat untuk meminimalisir terjadinya pembiayaan bermasalah (kredit macet), maupun risiko investasi seperti yang menimpa Bank NTT dalam pembelian MTN sebesar Rp50 miliar.

"Entah kredit ataupun investasi, tentu perlu ada kajian atau analisis terlebih dahulu. Di perbankan, kajian atau anisis menjadi hal yang wajib dan prosesnya cukup ketat," kata politisi PDIP yang akrab disapa Lily Adoe itu.

Baca Juga: Skandal Pembelian MTN oleh Bank NTT, Emi Nomleni Minta Aparat Tindaklanjuti Temuan BPK

Merujuk pada temuan BPK, menurut Lily Adoe permasalahan dalam pembelian MTN senilai Rp50 miliar terjadi karena pejabat Bank NTT yang berwenang tidak melakukan kajian secara tuntas.

"Ini tidak sekadar kecolongan, tapi kelalaian dari pejabat yang berwenang yang kemudian menimbulkan kerugian. Jadi harus ada pertanggungjawabanan secara hukum," pungkas Lily Adoe.***

Editor: Tommy Aquino

Tags

Terkini

Terpopuler