Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Mulai Diterapkan, Pastikan Anak Tidak Memiliki Komorbiditas

- 18 September 2021, 10:36 WIB
Ilustrasi anak sekolah.
Ilustrasi anak sekolah. /Pixabay.

WARTA SASANDO - Sekolah-sekolah di wilayah PPKM level 1-3 mulai menerapkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas. Tentu harus menerapkan protokol kesehatan (prokes) yang ketat.

Meski pihak sekolah diwajibkan untuk mematuhi prokes, sebagian orang tetap merasa khawatir aktivitas ini dapat memicu klaster baru serta lonjakan kasus Covid-19.

Terutama, pada kelompok anak-anak di bawah 12 tahun yang belum mendapatkan vaksin Covid-19. Bagaimana pemetaan risiko serta cara mengantisipasinya?

Dokter Spesialis Anak Muda Isa Ariantana menyebutkan, sesuai pandangan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang dikeluarkan akhir Agustus 2021 lalu, pelaksanaan PTM terbatas di sebuah wilayah bisa dimulai secara bertahap, namun dengan tetap memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan.

Baca Juga: Selama Pembelajaran Jarak Jauh, Angka Kekerasan dan Eksploitasi Terhadap Anak Meningkat

"Sekolah yang membuka PTM terbatas tetap harus merujuk pada kasus aktif (angka positivitas Covid-19 di bawah 8 persen), angka kematian yang menurun, cakupan imunisasi Covid-19 pada anak lebih dari 80 persen, ketersediaan tes PCR, ketersediaan tempat tidur RS baik layanan rawat inap maupun rawat intensif anak, dan penilaian kemampuan murid, sekolah, serta keluarga bersatu padu untuk mencegah penularan," tutur Ariantana, Jumat, 17 September 2021 sebagaimana dilansir dari WartaSasando.com dari Pikiran-Rakyat.com.

Dokter yang kini berpraktik di RSIA Limijati, Klinik Padjadjaran Medical Centre, dan Santosa Hospital Bandung Central (RS Santosa) itu mengatakan, vaksinasi Covid-19 merupakan syarat penting bagi pelaksanaan PTM terbatas. Sebelum berangkat ke sekolah, anak-anak juga harus lebih dulu dipastikan tidak mengalami demam atau keluhan lain.

Baca Juga: Remaja 15 Tahun Nekat Masukkan Kabel USB ke Dalam Penis untuk Ukur Panjang Kemaluannya

Hal itu bisa menjadi pertimbangan utama bagi orang tua dalam mengambil keputusan anak masuk sekolah. Termasuk, apakah anak memiliki komorbiditas.

"Komorbiditas yang paling banyak ditemui pada anak-anak juga termasuk obesitas. Jika anak memiliki komorbiditas, harap mengkonsultasikan kepada dokter anak masing-masing sebelum memutuskan untuk mengizinkan anak-anak melakukan PTM terbatas," ucap Ariantana.

Selain obesitas, penyakit autoimun juga sering ditemukan pada anak-anak.

"Kalau bersikeras untuk melakukan PTM terbatas, anak dengan komorbid tentu harus ketat sekali prokesnya, lalu guru dan anak lain harus menyadari juga hal itu untuk sama-sama melakukan prokes ketat untuk mengurangi risiko tertular," katanya.

Baca Juga: Tren Penurunan Covid Belum Signifikan, Wali Kota Kupang Serahkan Bantuan Konsentrator Oksigen

Selain itu, anak yang melakukan PTM terbatas juga sudah harus dapat memahami dan menjalankan protokol kesehatan mandiri, seperti menggunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan, serta mengetahui apa yang boleh dilakukan untuk mencegah transmisi Covid-19 dan hal yang tidak boleh dilakukan karena berisiko tertular atau menularkan.

Kemudian, selain juga menerapkan protokol kesehatan secara ketat, guru di sekolah juga harus menjadi pengawas bagi anak-anak. Sedangkan untuk sekolah, diimbau agar sebaiknya melakukan persiapan pembukaan sekolah seperti mempertimbangkan kapasitas kelas, sirkulasi udara, durasi belajar, serta ketersediaan fasilitas (alat cek suhu, ruang untuk memisahkan kasus suspek).

Klaster Baru

Di Indonesia, diketahui sudah ada satu sekolah masing-masing di Sumatra Barat dan Kalimantan Barat yang menjadi klaster baru penularan Covid-19 akibat salah seorang siswanya terpapar Covid-19. Ariantana menilai, risiko bahwa sekolah akan menjadi klaster baru penularan Covid-19 akan selalu ada.

Baca Juga: Kedapatan Jual Rokok ke Anak di Bawah Umur, Pemilik Kios Didenda Rp 50 Juta

"Sejauh sekolah tidak memperhatikan kaidah dan pencegahan lewat protokol kesehatan masyarakat ketat maupun vaksinasi yang sudah dianjurkan pemerintah, kemungkinan terjadinya klaster baru bisa terjadi," ujarnya.

Untuk itu, sekolah diminta tegas untuk hanya membuka PTM terbatas jika guru dan pegawai di sekolah seluruhnya sudah melakukan vaksinasi Covid- 19, juga anak-anak yang akan melakukan PTM terbatas beserta orang tuanya.

Keputusan pembukaan sekolah juga sebaiknya dibuat secara berkala melalui evaluasi mingguan. Sekolah berkoordinasi dengan pemerintah daerah, dinas kesehatan, dan dinas pendidikan memutuskan membuka atau menutup sekolah dengan memperhatikan kasus harian.

Baca Juga: Ini Penjelasan Menkes Soal Vaksin Covid-19 Dosis Ketiga bagi Masyarakat Umum

Jika ditemukan ada satu kasus di sekolah, maka sekolah dengan bantuan dinas kesehatan harus segera melakukan tracing. Kemudian kelas atau sekolah yang terpapar ditutup sementara, memberitahu pihak-pihak terkait, dan melakukan mitigasi kasus.

Pertimbangan untuk menghentikan kegiatan tatap muka dan mengganti dengan kegiatan yang sesuai, berdasarkan hasil keputusan oleh berbagai pihak termasuk orang tua, guru, sekolah, pemerintah daerah, dinas kesehatan dan dinas pendidikan. Kelas atau sekolah dapat dibuka kembali jika sudah dinyatakan aman.

"Dan yang paling penting, orang tua diberikan kebebasan mengambil keputusan masuk sekolah untuk setiap anaknya," ujarnya.***

Editor: Tommy Aquino

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Terkini