Tingkatkan Kewaspadaan Nasional, BNPT Urai Ciri-ciri Penceramah Radikal

- 6 Maret 2022, 19:06 WIB
Direktur Pencegahan BNPT urai 5 indikator penceramah radikal.
Direktur Pencegahan BNPT urai 5 indikator penceramah radikal. /BNPT/

WARTA SASANDO - Pada Rapat Pimpinan TNI-Polri di Mabes TNI, Jakarta, Selasa, 1 Maret 2022, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menyentil seputar penceramah radikal.

Menurut Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid, pernyataan Presiden Jokowi tersebut merupakan peringatan kuat untuk meningkatkan kewaspadaan nasional.

Permasalahan seputar penceramah radikal yang disentil Presiden, kata dia, haruslah ditanggapi serius oleh seluruh kementerian, lembaga pemerintah, dan masyarakat pada umumnya tentang bahaya radikalisme.

Baca Juga: Kesulitan Lepas Cincin di Alat Kelamin, Pria Ini Minta Bantuan Petugas Damkar

“Sejak awal kami (BNPT) sudah menegaskan bahwa persoalan radikalisme harus menjadi perhatian sejak dini karena sejatinya radikalisme adalah paham yang menjiwai aksi terorisme. Radikalisme merupakan sebuah proses tahapan menuju terorisme yang selalu memanipulasi dan mempolitisasi agama,” kata Nurwakhid, Sabtu, 5 Maret 2022 dikutip wartasasando.com dari Pikiran-Rakyat.com.

Selanjutnya untuk mengetahui penceramah radikal, Nurwakhid mengurai beberapa indikator yang bisa dilihat dari isi materi yang disampaikan, bukan dari tampilan penceramah. Setidaknya ada lima indikator yang disampaikannya.

Pertama, mengajarkan ajaran yang anti Pancasila dan pro ideologi khilafah transnasional.

Baca Juga: BPOM Temukan Kopi Mengandung Paracetamol dan Obat Kuat Pria, Punya Efek Samping Mengerikan

Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.

Ketiga, menanamkan sikap anti pemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, dan sebaran hoaks.

Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas).

Kelima, biasanya memiliki pandangan anti budaya ataupun anti kearifan lokal keagamaan.

Baca Juga: Kasus Korupsi Proyek Dermaga Jeti di Pulau Siput Awalolong-Lembata, Kontraktror Dibui 2 Tahun

“Mengenali ciri-ciri penceramah jangan terjebak pada tampilan, tetapi isi ceramah dan cara pandang mereka dalam melihat persoalan keagamaan yang selalu dibenturkan dengan wawasan kebangsaan, kebudayaan, dan keragaman,” tuturnya.

Nurwakhid juga menegaskan strategi kelompok radikalisme memang bertujuan untuk menghancurkan Indonesia melalui berbagai strategi yang menanamkan doktrin dan narasi ke tengah masyarakat.

“Ada tiga strategi yang dilakukan oleh kelompok radikalisme. Pertama, mengaburkan, menghilangkan, bahkan menyesatkan sejarah bangsa. Kedua, menghancurkan budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia. Ketiga, mengadu domba di antara anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan isu SARA,” jelas Nurwakhid.

Strategi ini dilakukan dengan mempolitisasi agama yang digunakan untuk membenturkan agama dengan nasionalisme dan agama dengan kebudayaan luhur bangsa. Proses penanamanya dilakukan secara masif di berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk melalui penceramah radikal tersebut.

“Inilah yang harus menjadi kewaspadaan kita bersama dan sejak awal untuk memutus penyebaran infiltrasi radikalisme ini salah satunya adalah jangan asal pilih undang penceramah radikal ke ruang-ruang edukasi keagamaan masyarakat,” ungkapnya memungkasi.***

Editor: Tommy Aquino

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Terkini