Akibat Tindakan Represif Kepolisian Resort Nagekeo, PPMAN Adukan Dugaan Pelanggaran HAM kepada Komisi Negara

- 16 Januari 2022, 15:32 WIB
Amirudin Al Rahab, Wakil Ketua Komnas HAM  Terima Aduan PPMAN
Amirudin Al Rahab, Wakil Ketua Komnas HAM Terima Aduan PPMAN /Humas PPMAN/
 
Warta Sasando- Akibat tindakan represif,anarkis dan intimidasi yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Resort Nagekeo pada tanggal 9 Desember 2021 yang lalu kepada masyarakat adat Rendu berbuntut panjang.
 
Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) yang juga merupakan pembela hak-hak masyarakat adat Rendu menyatakan protes keras  atas tindakan arogansi dan represif anggota Polres Nagekeo Polda Nusa Tenggara Timur.
 
Protes keras diiringi dengan melakukan pelaporan pada hari Jumad 14 Januari 2022 ke Propam Mabes Polri dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas),. Selain itu,juga melakukan pertemuan dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan mengadukan dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Resort Nagekeo.
 
 
Mereka menilai,anggota Kepolisian dinilai tidak hadir untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat. Namun sejumlah anggota kepolisian dari Resort Nagekeo diduga telah melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2006 tentang Hak Asasi Manusia. 
 
Demikian press release yang diterima dari PPMAN, Minggu (16/2).Dalam rilis tersebut  Ketua PPMAN, Syamsul Alam Agus mengatakan,  pengaduan ke Komisi Negara tersebut untuk memastikan perlindungan dan pencegahan tidak berulangnya pelanggaran HAM yang dialami oleh Masyarakat Adat Rendu. 
 
“Sesuai dengan pasal 75 UU Hak Asasi Manusia, Komnas HAM bertujuan mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan Hak Asasi Manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Selain itu, komisi negara ini juga bertujuan untuk meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan” jelas ketua PPMAN.
 
 
Menurutnya, Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, mendapatkan tambahan kewenangan berupa pengawasan.
 
Pengawasan tambah dia,  adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Komnas HAM dengan maksud untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah yang dilakukan secara berkala atau insidentil dengan cara memantau, mencari fakta, menilai guna mencari dan menemukan ada tidaknya diskriminasi ras dan etnis yang ditindaklanjuti dengan rekomendasi.
 
“Sesuai tujuan dan mandat ini, PPMAN berharap melalui pengaduan yang disampaikan, Komnas HAM dapat segera membentuk tim pemantauan dan memeriksa Kapolres Nagakeo atas dugaaan pelanggan HAM yang dilakukan oleh anggota kepolisian terhadap masyarakat adat Rendu”, tegas Alam.
 
 
Merespon pengaduan yang disampaikan oleh PPMAN, Amirudin Al Rahab, Wakil Ketua Komnas HAM yang menerima pengurus sekretariat Nasional PPMAN menegaskan tugas dan kewajiban Komnas HAM yang diatur oleh UU dan Konstitusi RI.Karena itu ,Komnas HAM akan membentuk tim dan pemantauan lapangan.
 
“Komnas HAM akan segera membentuk tim dan akan melakukan pemantauan lapangan, memeriksa pihak-pihak yang diduga terlibat dalam pelanggaran HAM tersebut” jelas Komisioner Amirudin.
 
Wakil Ketua Komnas HAM ini juga menyatakan akan melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga yang terkait dengan proyek strategis nasional di wilayah adat Rendu. 
 
 
“Pembangunan yang dicanangkan pemerintah Jokowi tidak boleh menegasikan posisi masyarakat yang ada dalam kawasan proyek pembangunan, apalagi dalam pengelolaannya berpotensi dan menyebabkan hak-hak fundamental masyarakat adat dilanggar”. ungkapnya.
 
Sementara itu ,pengaduan yang disampaikan oleh PPMAN kepada Komnas Perempuan juga mendapatkan respon serupa. Komisioner Komnas Perempuan, Dewi Kanti menyampaikan bahwa kondisi yang dialami oleh perempuan adat di wilayah adatnya yang berhadapan dengan konflik sosial mendapatkan dampak kerentanan berlapis, diskriminasi dan intimidasi yang dialami sebagai perempuan dan masyarakat adat.
 
Tindakan represif yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Nagekeo pada tanggal 9 Desember 2021 hingga saat ini, menghadapkan perempuan adat yang mempertahankan wilayah adatnya dengan sejumlah tindakan kekerasan, diskriminasi dan ancaman keselamatan bagi keluarganya. 
 
 
"Posisi perempuan dalam konflik sosial juga mengalami kerentanan, mempertahankan wilayah adat yang sangat berhubungan dengan sumber-sumber ekonomi keluarga”ujar Dewi Kunti.
 
Merespon pengaduan PPMAN, Komnas Perempuan juga  akan melakukan pertemuan koordinasi dengan sejumlah komisi negara, kementerian dan lembaga terkait seperti Kompolnas, LPSK dan kementerian terkait lainnya.
 
Usai pertemuan di Komisi Negara tersebut, PPMAN juga menyerahkan dokumen fakta terjadinya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh anggota kepolisian Nagekeo, selain itu bukti berupa rekaman video dan dokumentasi kejadian telah diterima oleh Komnas HAM dan Komnas Perempuan. 
 
 
Tindakan represif dari aparat Kepolisian Polres Nagekeo beberapa waktu yang lalu merupakan praktik arogansi dari aparat negara terhadap masyarakat adat Rendu yang menolak pembangunan proyek strategis nasional Bendungan Mbay/Lambo di Desa Rendubotowe yang direpresentasikan oleh tokoh masyarakat adat, perempuan, anak dan lansia melakukan penolakan proyek tersebut.
 
Selain itu, tulis PPMAN, tindakan tersebut telah melanggar peraturan kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan tugas kepolisian negara republik indonesia.
 
Pertemuan PPMAN  bersama Komnas Perempuan
Pertemuan PPMAN bersama Komnas Perempuan
 
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. 
 
 
Lebih lanjut diatur pada  Pasal 5 ayat (3) “Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya”.
 
Sementara itu Pasal 6 ayat (1) “Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan Pemerintah. Ayat (2) Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman”.
 
Sementara itu juga ,Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW),dimana pada 
Pasal 14 menyatakan, Negara-negara peserta wajib memperhatikan masalah-masalah khusus yang dihadapi oleh perempuan di daerah pedesaan dan peranan yang dimainkan perempuan pedesaan demi kelangsungan hidup keluarga mereka di bidang ekonomi, termasuk pekerjaan mereka pada sektor ekonomi bukan penghasil uang, dan wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menjamin penerapan ketentuan-ketentuan Konvensi ini bagi perempuan di daerah pedesaan. ***

Editor: Alex Raja S


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x