Gus Muhaimin: Jokowi Kelihatan Kurus, Tapi Jago Atasi Dinamika Politik Nasional

- 6 Desember 2021, 07:14 WIB
Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar dalam Dialog Kebangsaan bertajuk “Peran Agama dan Legislatif dalam Membangun Karakter dan Kesejahteraan Bangsa
Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar dalam Dialog Kebangsaan bertajuk “Peran Agama dan Legislatif dalam Membangun Karakter dan Kesejahteraan Bangsa /Dok. PKB/

WARTA SASANDO – Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin dinilai cukup berhasil mengelola potensi politik menjadi sangat efektif. Kemampuan mengelola potensi politik ini merupakan salah satu kelebihan Jokowi.

”Pak Jokowi ini kelihatan kurus, kalem, tapi jagoan dalam mengatasi politik nasional sehingga ini ada pengaruhnya terhadap wawasan kebangsaan kita. Dinamika yang terjadi di dalam pengambilan keputusan relatif lebih efektif, lebih cepat, lebih memiliki keleluasaan yang tinggi, terutama dalam mengambil langkah-langkah emergency,” ujar Wakil Ketua DPR RI Bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar dalam Dialog Kebangsaan bertajuk "Peran Agama dan Legislatif dalam Membangun Karakter dan Kesejahteraan Bangsa" di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu 5 Desember 2021.

Baca Juga: Iban Medah Disebut Ambil Alih dan Jual Aset Pemkab Kupang, Kerugian Negara Rp9,6 Miliar

Dikatakan Gus Muhaimin, sejak era reformasi, peran legislatif di Indonesia jauh lebih dominan. Pelan tapi pasti, saat ini kondisinya menjadi lebih seimbang. Kondisi ini dinilai cukup baik karena antara kontrol dari legislatif dan implementasi kinerja pemerintah menjadi cepat dan berimbang.

”Di situlah peta koalisi pemerintahan hari ini cukup solid, kuat, dan efektif,” ujarnya.

Sakinh efektifnya koalisi pemerintah saat ini, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyebutkan, apapun program yang diinginkan Jokowi, tentu mendapatkan dukungan dari DPR. Misalnya, dalam menangani pandemi Covid-19, segala kebijakan yang diambil pemerintah didukung penuh oleh DPR.

Baca Juga: Diserang KKB, Prajurit TNI Kembali Gugur di Yahukimo Papua

Salah satunya ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

”DPR mendukung penuh kebijakan yang diambil pemerintah ini,” katanya.

Begitu pula ketika Jokowi mengusulkan Ibu Kota Baru di Kalimantan Timur. Menurut Gus Muhaimin, tidak semua presiden berani karena memang risikonya sangat berat. Hampir semua rezim menginginkannya, tetapi tidak bisa melaksanakan karena faktor-faktor dinamika politik.

”Kelihatannya Pak Jokowi bisa mengatasi keadaan ini. Saya yakin tak lama lagi di tengah masa sulit ini, UU Ibu Kota Baru bisa terwujud. Sekarang di DPR mulai pembentukan Pansus Ibu Kota Baru,” urainya.

Baca Juga: Ditanya Soal Capres 2024, Ridwan Kamil: Saya Dua Kali Menang Pilkada, Tak Ada Track Record Kalah

Hal tersebut, kata Gus Muhaimin, merupakan contoh bahwa koalisi pemerintah hari ini berjalan sangat efektif dan solid. Hal ini dinilai penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Menurutnya, ada empat hal penting diperlukan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Pertama, sosiologis kultural yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Kedua, kualitas tingkat pendidikan masyarakat di bangsa. Ketiga, kesejahteraan ekonomi. Jika ekonomi bermasalah, maka akan mudah dihasut, terpecah belah dan berpotensi konflik sehingga persatuan dan kesatuan bisa terganggu. Keempat, pemerintahan yang kuat dan efektif. Ini bahkan menjadi kebutuhan yang paling menentukan.

Gus Muhaimin mencontohkan, pada Pemilu 2019 lalu, pemerintah berhasil mengendalikan kompetisi pemilu yang sektarian, keras dan merusak persatuan dan kesatuan.

Baca Juga: Cegah Masuknya Varian Baru Omicorn, Kemenhub Instruksikan Perketat Band

”Pemilu 2019 lalu adalah pemilu terawan di seluruh pemilu. Antara Pak Jokowi dan Pak Prabowo. Ini paling rawan karena ada isu agama menjadi menguat setelah reformasi,” tuturnya.

Dia mencontohkan ketika Presiden Soeharto dianggap bisa mengatasi dinamika perbedaan di dalam pluralitas atau dinamika keberagaman bangsa. Saat itu, modalnya dua yakni pemerintahan yang sangat kuat bahkan cenderung represif, serta berusaha mewujudkan kesejahteraan ekonomi dengan kampanye politik pangan.

”Kalau kesejahteraan masyarakat baik maka dinamika akan menurun. Dinamika konflik teredam,” katanya.***

Editor: Tommy Aquino


Tags

Terkini