Gus Muhaimin: Jokowi Kelihatan Kurus, Tapi Jago Atasi Dinamika Politik Nasional

- 6 Desember 2021, 07:14 WIB
Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar dalam Dialog Kebangsaan bertajuk “Peran Agama dan Legislatif dalam Membangun Karakter dan Kesejahteraan Bangsa
Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar dalam Dialog Kebangsaan bertajuk “Peran Agama dan Legislatif dalam Membangun Karakter dan Kesejahteraan Bangsa /Dok. PKB/

Begitu pula ketika Jokowi mengusulkan Ibu Kota Baru di Kalimantan Timur. Menurut Gus Muhaimin, tidak semua presiden berani karena memang risikonya sangat berat. Hampir semua rezim menginginkannya, tetapi tidak bisa melaksanakan karena faktor-faktor dinamika politik.

”Kelihatannya Pak Jokowi bisa mengatasi keadaan ini. Saya yakin tak lama lagi di tengah masa sulit ini, UU Ibu Kota Baru bisa terwujud. Sekarang di DPR mulai pembentukan Pansus Ibu Kota Baru,” urainya.

Baca Juga: Ditanya Soal Capres 2024, Ridwan Kamil: Saya Dua Kali Menang Pilkada, Tak Ada Track Record Kalah

Hal tersebut, kata Gus Muhaimin, merupakan contoh bahwa koalisi pemerintah hari ini berjalan sangat efektif dan solid. Hal ini dinilai penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Menurutnya, ada empat hal penting diperlukan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Pertama, sosiologis kultural yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Kedua, kualitas tingkat pendidikan masyarakat di bangsa. Ketiga, kesejahteraan ekonomi. Jika ekonomi bermasalah, maka akan mudah dihasut, terpecah belah dan berpotensi konflik sehingga persatuan dan kesatuan bisa terganggu. Keempat, pemerintahan yang kuat dan efektif. Ini bahkan menjadi kebutuhan yang paling menentukan.

Gus Muhaimin mencontohkan, pada Pemilu 2019 lalu, pemerintah berhasil mengendalikan kompetisi pemilu yang sektarian, keras dan merusak persatuan dan kesatuan.

Baca Juga: Cegah Masuknya Varian Baru Omicorn, Kemenhub Instruksikan Perketat Band

”Pemilu 2019 lalu adalah pemilu terawan di seluruh pemilu. Antara Pak Jokowi dan Pak Prabowo. Ini paling rawan karena ada isu agama menjadi menguat setelah reformasi,” tuturnya.

Dia mencontohkan ketika Presiden Soeharto dianggap bisa mengatasi dinamika perbedaan di dalam pluralitas atau dinamika keberagaman bangsa. Saat itu, modalnya dua yakni pemerintahan yang sangat kuat bahkan cenderung represif, serta berusaha mewujudkan kesejahteraan ekonomi dengan kampanye politik pangan.

”Kalau kesejahteraan masyarakat baik maka dinamika akan menurun. Dinamika konflik teredam,” katanya.***

Halaman:

Editor: Tommy Aquino


Tags

Terkini