Selamat Jalan Pater Kurt Bard, SVD - Kenangan yang Sulit Terlupakan

- 16 Maret 2022, 17:25 WIB
Pater Kurt Bard,SVD
Pater Kurt Bard,SVD /Dok.Istimewa/

WARTA SASANDO - Berita duka cita itu terbaca di WA Group “Kapan Kita Reuni??” Alumni Seminari Mataloko 1980-1986. P. Domi Kaju, SVD beri info, “Selamat siang teman-teman. Telah meninggal dunia Pater Kurd Bard, sVd di Rumah Sakit Umum Bajawa. Semoga jiwanya beristirahat bersama para kudus di surga. RIP.”

Sontak info kepulangan abadi Pater Kurt ini jadi ungkapan hati duka mendalam. Terbaca dalam WA Group. Dari Gaby Goa, Pian Lado, Manse, Yustin Djogo Dja, Willy Nggai, Mandus Raja Sina, Heli Moda, Banus Pita, Feni Teda, Yan Kondradus, Rini Koba Toyo, Sil Due, Stef Willi, Poly Wago, Hiro, Beny Jumpa, Apeng, Ma Embo, Piter Watu, Sely Dheghu, Domi Minggu, Don Jata, Melky Lape, Yan Mbaling, Alex Raja Seko dan seterusnya.

Maklum, beliau adalah Bapa Asrama kami, saat jadi siswa SMP dan Kelas Persiapan di Seminari Menengah St Yohanes Berkhmans-Mataloko tahun 1980-1983. Kisah cahaya abadi Pater Kurt hari ini (16.03.2022) sungguh jadi momentum indah menghimpun dan menarik pulang kami semua dalam kenangan akan formasi ‘jadi manusia’ di seminari Mataloko.

Baca Juga: Wisata Premium Ala Kampung? Ini Yang Dimaksud Nando Watu Kades Detusoko Barat Dalam Seminar Nasional SAME 4

Pater Kurt, sosok misionaris SVD asal Jerman ini telah tinggalkan segalanya. Demi menjadikan kami semua semakin mengenal “Kerajaan Allah, tentang bagaimana menjadi sahabat Yesus, tentang kebebasan sejati menurut Yesus…” Itu yang direnung oleh Mandus Raja Sina. Yustin Djogo Dja dari Jakarta menulis penuh afektif, “Ketika kami jauh dari orangtua di usia 12-an tahun ke Seminari Mataloko, di sini kami tidak merasa kurang kasih sayang orangtua, karena ada sosok P. Kurt yang selalu ada untuk kami…Selamat jalan ayah kami P. Kurt. Akan selalu kami kenang.

Sobat Feni Teda, anggota TNI dari Kodim 0608-Cianjur beri koment, “P. Kurt itu orangnya tegas dan disiplin. Luar biasa beliau itu juga dalam kebersihan dan kerapihan. Hal-hal demikian beliau amat teliti. Saya teringat ketika hari pertama tiba di Mataloko, saya dan ayah saya dapati beliau di bilik cuci piring. Dia lagi beres-beres di situ.

Abang kelas angkatan kami, Kaè Fancy Teguh dari Jakarta menulis, “Beliau formator, guru, pengayom dan perfek yang mengenal anak asuhmya dengan baik.” Kaè Fancy pun kagum akan spirit misioner yang dimiliki Pater Kurt yang mencintai Gereja Katolik di Flores hingga akhir hanyat.  Ditambahkan bahwa pengalaman bersama P. Kurt selalu tak lepas dari “pendidikan karakter dan nilai untuk jujur, teguh, suacita, berani bertanggungjawab dan berintegritas.” Hal yang sama ini juga diamini oleh Romo Don Jata, yang kini bertugas di sekolah pertanian di Boawae. Nagekeo.

Baca Juga: Merasa Keluhan Tidak Diperhatikan,Puluhan Warga Boanawa Temui Anggota DPRD Ende Vian Moa Mesi

Singkat kisah, bagi kami semua yang pernah lewati tangan binaan P. Kurt, terasa sulit untuk lupakan sosok yang tegas, disiplin, penuh kerapian, penuh keteraturan. Dan bahwa beliau sungguh selalu ada untuk para seminaris ‘baik saat bangunkan kami pagi hari di saat masih lelap dalam dingin dan kabutnya Mataloko hingga berkat penutup di setiap doa malam.’ P. Kurt sungguh bersukacita hingga lapangan bola. Kami pasti tidak lupa bahwa beliau punya kemampuan luar biasa untuk katakan “tidak dan memang tidak” untuk hal yang melawan prinsip. Dan itu pasti!

Sungguh! Tak gampang jadi Bapa Asrama (Perfek) bagi anak-anak seminari usia pubertas ini. Tapi, tetap teringat bahwa Pater Kurt luar biasa untuk mendamping kami yang ‘jerawat mulai tumbuh ini,’ yang mulai tunjukan ‘kenakalan remaja’ lawan silentium malam minggu, yang suka bolos dan nalo (entah harus diterjemahkan bagaimana kata ‘bahasa Bajawa’ ini), makan-makan dan minum santai, juga bolos ke Kios Mimosa, sampai lupa waktu pulang asrama, yang mulai tulis surat kores-kores cinta monyet dengan siswi SMP Kartini binaan suster-suster SSpS, Hmmmm, (pasti ada teman-teman saya yang senyum-senyum tu).

Ada hal lain lagi. Jika kesebelasan Jerman, negara asalnya, menang dalam sebuah turnamen sepakbola, atau kesebelasan SMP Seminari menang lawan SMP Supra-Mataloko  besar kemungkinan “Film Winnetou, group bola basket Negro-Amerika, film tentang St Fransiskus Asisi, Charlie Chaplin yang bikin kami terpingkal itu bakal diputar ulang malamnya.” Dan kami tak bosan-bosannya untuk nonton lagi. Mungkin juga beliau ‘sedikit teknik’ agar kami jangan ingat rumah. Maklum, semua kami ini umumnya masih keci lo’o (badan kecil), termasuk Abba Runga, Yan Deo Dari, Beny Jumpa dan saya sendiri, dan yang ter-keci lo’o itu Rudy Parera, kini beliau sudah paten jadi Pastor Paroki Koting-Maumere.

Baca Juga: Instruksikan Kapolda Cek Ketersediaan Minyak Goreng, Kapolri: Awasi Pelabuhan dan Perbatasan

Kami akhirnya juga tahu bahwa sebagai seorang imam, religius-misionaris Serikat Sabda Allah (SVD), P. Kurt sungguh berikan teladan yang luar dalam spirit inkarnasi. Ia sungguh menyatu dengan alam seminari. Tetapi ia juga membumi dalam mengenal umat dan budaya Ngada. P. Kurt sering tampil ceriah dan percaya diri sebagai imam Tuhan dalam nuansa Budaya Ngada. Hari-hari Minggu, dengan motor CG warna merah andalannya, beliau pasti layani umat di Were atau di Laja.

Dari Buku Catalogus SVD 2021, terbaca biodata singkat almarhum. Nama Pater Kondrad Bard, SVD.  Berasal dari Keuskupan Trier, Jerman. Beliau masuk ke Novisiat SVD pada tahun 1957, ikrarkan Kaul Pertama pada tahun 1959, ikrarkan Kaul Kekal dan ditahbiskan imam pada tahun 1963. Diutus menjadi misionaris SVD ke Indonesia (Flores). P. Kurt Bard, SVD lahir pada 11 Februari 1934.

“Pater Kurt, selamat kembali ke Rumah Bapa. Bahagia abadi selamanya bersama Para Kudus. Dan terimakasih untuk segalanya.”

 Verbo Dei Amorem Spiranti

Disclaimer: Catatan kenangan akan Pater Kurt Bard, SVD ditulis oleh P. Kons Beo,SVD, misionaris SVD dari Flores, Nusa Tenggara Timur yang kini bermisi di Italia dan tinggal di Collegio San Pietro, Roma***

Editor: Alex Raja S


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x