Miris! Dari 6.000-an Kasus Pelecehan Seksual, Sampai ke Pengadilan Tidak Sampai 300 Kasus

29 Maret 2022, 09:46 WIB
Ilustrasi Kekerasan terhadap Perempuan. /pixabay/alexas-photos/

WARTA SASANDO - Penegakan hukum  seharusnya memberi kepastian kepada setiap masyarakat, tidak memihak dan tidak mudah diintervensi.

Nyatanya, penegakan hukum di Indonesia masih banyak problematika dan jauh dari harapan di atas.

Fakta miris pun diungkapkan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, khususnya berkaitan dengan penegakan hukum dalam kasus kekerasan seksual.

Baca Juga: Jual Istri dan Pacar dengan Tarif Rp500 Ribu Lewat MiChat, Dua Pria Diringkus Polisi

Edward mengungkapkan, dari sekitar 6.000-an kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di Indonesia, tidak sampai 300 kasus yang masuk ke pengadilan.

"Berdasarkan data Komnas HAM maupun KPAI dan lain sebagainya, itu terjadi kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan itu, ada sekitar 6.000 kasus, sementara yang sampai ke pengadilan itu kurang dari 300, berarti kurang dari 5 persen," kata Edward di Kompleks DPR Jakarta sebagaimana dikutip wartasasando.com dari Antara, Selasa 29 Maret 2022.

Menurutn ikut, data tersebut menunjukkan adanya kesalahan dalam hukum acara yang saat ini berlaku di Republik.

Baca Juga: Diduga Pakai Gelar Profesor Gadungan, Rektor Universitas Ibnu Chaldun Diperiksa Polisi

"Kami yang berlatar belakang hukum itu menilai berarti something wrong, ada sesuatu yang salah dengan hukum acara kita," kata Edward.

Dia pun menyerukan agar hukum acara segera diatur dengan sangat rinci sesuai dengan substansi baru yang terdapat dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

"Memang substansi baru itu banyak pada persoalan ketentuan pidana maupun pada hukum acaranya," ujar Edward.

Baca Juga: MUI: Warung Bisa Buka Saat Puasa Ramadhan, tapi Jangan Pamer Makanan

Edward meyakini bahwa RUU TPKS tidak akan tumpang tindih dengan peraturan-peraturan lain yang telah berlaku. Sebab ketika membuat dan membahas DIM, sudah disandingkan dengan undang-undang yang ada (existing), baik Undang-undang perlindungan kekerasan terhadap rumah tangga, perlindungan anak, dan rancangan UU kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

"Termasuk kita melakukan sandingan dengan Undang-undang Pengadilan HAM," ujarnya.

Sebagai informasi, RUU TPKS sudah disahkan sebagai RUU inisiatif dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, Senayan Jakarta, Selasa 18 Februari 2022. 

RUU TPKS disahkan setelah masing-masing fraksi di DPR menyampaikan terkait pandangannya.

Baca Juga: Kemendikbudristek Pertegas Vaksinasi Covid-19 Bukan Syarat Pembelajaran Tatap Muka

Ketua DPR Puan Maharani berharap pemerintah segera menindaklanjuti keputusan ini. Sehingga pembahasan RUU TPKS antara DPR dan Pemerintah dapat segera dilaksanakan.

"Dan kami berharap Bapak Presiden bisa segera mengirimkan Supres (Surat Presiden) dan DIM. Kami juga menunggu Pemerintah menunjuk Kementerian yang akan membahas RUU TPKS bersama DPR,” ujar Puan.***

Editor: Tommy Aquino

Sumber: Pikiran Rakyat Antara

Tags

Terkini

Terpopuler