Perempuan Itu Bernama “Veronika”

- 9 Maret 2022, 19:24 WIB
Pater Kons Beo,SVD
Pater Kons Beo,SVD /dok Pribadi/

Adakah yang salah dari Gereja Barat (latin-Roma), yang sejak abad XV, melegendakan ‘Veronika’ sebagai sosok feminile (perempuan) di perjumpaan jalan salib Tuhan? Bila mesti ditelisik, maka siapapun yakin tak pernah ada data sejarahwi seputar “Veronika mengusapi wajah Yesus” yang berujung pada selembar  kain bergambar memar di wajah Yesus.

Baca Juga: Sambut Baik Penghapusan Syarat PCR-Antigen, BPOLBF Tetap Antisipasi Kerumunan di TN Komodo

Sia-siakah kita?

Lantas? Sia-siakah kita bertafakur sejenak pada perhentian ke enam Jalan Salib: “Veronika Mengusapi Wajah Yesus?” Bahwa hening kita di stasi jalan salib ke enam itu sebenarnya adalah ‘doa tikam’ kita atas  kerangka kosong dan kering tanpa isi?  Bahwa kita telah keliru besar dan bahkan sesat teramat tebal untuk sebuah ‘renung sunyi’ yang nir-historia?

Memang, Arkheiropita wajah Tuhan itu sungguh ada di luar nalar. Tetapi, bukan kah yang di luar nalar itu sanggup masuk sebagai satu kisah nyata? Yesus, Putera Allah, adalah pribadi nyata yang masuk dalam sejarah hidup manusia itu. Janji keselamatan Allah sungguh nyata masuk dalam sejarah keseharian manusia melalui hidup, derita-kematian dan kebangkitan PuteraNya.

Gambar wajah Yesus penuh derita adalah lukisan kisah nyata akan via crucis (jalan salib). Satu proses pengadilan yang tak adil telah terjadi atas diri seorang pra dari Nazaret. Semuanya terjadi amat mengerikan dan berakhir sekian tragis di tiang penyaliban Golgota.

Tetapi, mesti kah tapak-tapak mengerikan yang dialami Yesus itu mesti ditanggap dalam rana informative-historis belaka? Sebatas sungguh hanya dalam koridor sejarah? Atau sebaliknya terhakimi sebagai khayalan belaka?

Baca Juga: Juri Tidak Netral, WBC Anulir Kemenangan Petinju Tibo Menabesa atas Jayson Vayson

Agama yang Beriman vs Beriman yang Diagamakan

Jika demikian, dipatok sebatas pengetahuan, maka agama terasa bagai padang  gersang. Tanpa oase. Menghayati agama tak ubah dengan mencari atau pun memaksa sebuah kebenaran bahwa ‘yang di surga sungguh mesti nyata sama di bumi, pun sebaliknya’ Dan manusia lalu dipaksa untuk menerima ‘iman’ sebagai kisah dan isi yang instan itu. Tak peduli sedikit pun akan daya-daya imajinatif untuk memahami, misalnya, rangkaian tanda dan simbol. Demi mendekati yang ilahi atau kenyataan surgawi itu.

Halaman:

Editor: Alex Raja S


Tags

Terkini

x