Melalui reforma agraria para petani selalu berharap dapat diwujudkan struktur agraria yang berkeadilan sebagai jalan menuju kemakmuran petani.
Pada 2015, panitia bersama peringatan Hari Tani Nasional mengkritik nasib petani miskin di tengah konflik agraria.
"Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan areal tanah amat luas nan subur.
Dalam hukum adat, hubungan tanah dengan masyarakat di sekitarnya kerap disebut ”magis religius” dalam arti terdapat hubungan batin yang amat mendalam antara tanah dan masyarakat di sekitarnya.
Baca Juga: 55 Kecamatan di NTT Berstatus Awas Kekeringan Meteorologis
Kendati hubungan tanah dengan masyarakat tak terpisahkan, nyatanya nasib para petani di muka bumi pertiwi ini belum seindah ungkapan verbal tersebut.
Alih-alih pemerintah bersungguh-sungguh dalam menjalankan redistribusi tanah yang diperuntukkan bagi petani miskin, justru yang menonjol tampaknya orientasi pemerintah lebih pada kepentingan investasi, pemodal asing, dan usaha skala besar,"demikian cuplikan dari pernyataan sikap seperti pernah terbit di Harian Umum Pikiran Rakyat.
Enam tahun berlalu, masih relevankah pernyataan tersebut?***