WARTA SASANDO - Hari Tani Nasional diperingati setiap tanggal 24 September. Penetapan Hari Tani Nasional mengacu pada hari lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada 1960.
UUPA merupakan titik pijak penting, bagaimana bangsa ini memandang keberadaan petani, hak kepemilikan atas tanah, serta masa depan agraria di Indonesia.
Biasanya sebagian kecil masyarakat memperingati Hari Tani Nasional dengan melakukan unjuk rasa ke DPR atau DPRD.
Baca Juga: BPOM Ajak Pelaku Usaha Registrasi Pangan Olahan, Sekda Ende: Selama Ini Mereka Takut Urusannya Ribet
Dikutip WartaSasando.com, Jumat 24 September 2021, petani diapresiasi dengan penetapan Hari Tani Nasional tanggal 24 September sejak keluarnya Keppres No. 169 Tahun 1963.
Saat ini pun terdapat upaya perlindungan melalui Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan pencanangan Hari Tani Nasional.
Peraturan Presiden (Perpres) tentang ”Reforma Agraria” pun akhirnya sah pada 2018.
Baca Juga: BMKG: Waspada Ancaman Bencana Kekeringan di NTT
Sebagaimana ditegaskan pada bagian menimbang dan pasal 2, perpres ini ditujukan untuk mengatasi ketimpangan struktur pemilikan, penguasaan, dan penggunaan tanah.
Melalui reforma agraria para petani selalu berharap dapat diwujudkan struktur agraria yang berkeadilan sebagai jalan menuju kemakmuran petani.
Pada 2015, panitia bersama peringatan Hari Tani Nasional mengkritik nasib petani miskin di tengah konflik agraria.
"Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan areal tanah amat luas nan subur.
Dalam hukum adat, hubungan tanah dengan masyarakat di sekitarnya kerap disebut ”magis religius” dalam arti terdapat hubungan batin yang amat mendalam antara tanah dan masyarakat di sekitarnya.
Baca Juga: 55 Kecamatan di NTT Berstatus Awas Kekeringan Meteorologis
Kendati hubungan tanah dengan masyarakat tak terpisahkan, nyatanya nasib para petani di muka bumi pertiwi ini belum seindah ungkapan verbal tersebut.
Alih-alih pemerintah bersungguh-sungguh dalam menjalankan redistribusi tanah yang diperuntukkan bagi petani miskin, justru yang menonjol tampaknya orientasi pemerintah lebih pada kepentingan investasi, pemodal asing, dan usaha skala besar,"demikian cuplikan dari pernyataan sikap seperti pernah terbit di Harian Umum Pikiran Rakyat.
Enam tahun berlalu, masih relevankah pernyataan tersebut?***