24 September Hari Tani Nasional, Simak Sejarah dan Realitas Hidup Petani

24 September 2021, 10:24 WIB
Ilustrasi pertanian. /Pixabay/JamesDeMers/

WARTA SASANDO - Hari Tani ­Nasional diperingati setiap tanggal 24 September. Penetapan Hari Tani Nasional mengacu pada hari lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada 1960. 

UUPA merupakan titik pijak penting, bagaimana bangsa ini memandang keberadaan petani, hak kepemilikan atas tanah, serta masa depan agraria di Indonesia. 

Biasanya sebagian kecil masyarakat memperingati Hari Tani Nasional dengan melakukan unjuk rasa ke DPR atau DPRD. 

Baca Juga: BPOM Ajak Pelaku Usaha Registrasi Pangan Olahan, Sekda Ende: Selama Ini Mereka Takut Urusannya Ribet

Dikutip WartaSasando.com, Jumat 24 September 2021, petani diapresiasi dengan pe­netapan Hari Tani Nasional tang­gal 24 September sejak ke­luar­nya Keppres No. 169 Tahun 1963. 

Saat ini pun terdapat upa­ya perlindung­an melalui Undang-undang No­mor 19 Tahun 2003 tentang Perlindungan dan Pemberdaya­an Petani dan pencanangan Hari Tani Nasional. 

Peraturan Presi­den (Perpres) tentang ”Reforma Agraria” pun akhirnya sah pada 2018.

Baca Juga: BMKG: Waspada Ancaman Bencana Kekeringan di NTT

Sebagaimana ditegaskan pada bagian menimbang dan pasal 2, perpres ini ditujukan untuk mengatasi ketimpangan struktur pemilikan, penguasa­an, dan penggunaan tanah.

Melalui reforma agraria para petani selalu berharap dapat diwujudkan struktur agraria yang berkeadil­an sebagai jalan menuju kemakmuran petani. 

Pada 2015, panitia ber­sama peringatan Hari Tani Nasional mengkritik nasib petani miskin di tengah konflik agraria.

"Indonesia dikenal sebagai negara agraris de­ngan areal tanah amat ­luas nan subur. 

Dalam hukum adat, hubungan tanah dengan mas­ya­rakat di sekitarnya kerap disebut ”magis religius” dalam arti terdapat hubungan batin yang amat mendalam antara tanah dan masyarakat di sekitarnya.

Baca Juga: 55 Kecamatan di NTT Berstatus Awas Kekeringan Meteorologis

Kendati hubungan tanah de­ngan masyarakat tak terpisah­kan, nya­tanya nasib para peta­ni di muka bumi pertiwi ini belum seindah ungkapan verbal tersebut. 

Alih-alih peme­rin­tah bersungguh-sungguh da­­lam menjalankan redistri­busi tanah yang diperuntukkan bagi petani miskin, justru yang menonjol tampaknya orientasi pemerintah lebih pada kepen­tingan investasi, pemodal ­asing, dan usaha skala besar,"demikian cuplikan dari pernya­taan sikap seperti pernah terbit di Harian Umum Pikiran Rakyat.

Enam tahun berlalu, masih relevankah pernyataan tersebut?***

Editor: Tommy Aquino

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler