Renungan Minggu Adven III: Apakah yang Harus Kami Perbuat?

- 12 Desember 2021, 07:52 WIB
P. Stef. Buyung Florianus, O.Carm.
P. Stef. Buyung Florianus, O.Carm. /

Bacaan Kitab Suci: Zef 3:14-18a; Flp 4:4-7; Luk 3:10-18

Oleh:P. Stef. Buyung Florianus, O.Carm

“Apakah yang harus kami perbuat?” (Luk 3:10). Itulah pertanyaan penuh sukacita dari orang-orang yang datang kepada Yohanes. Itulah tanggapan positif dari mereka atas pewartaannya. Itulah juga semestinya sikap kita.

Kita memasuki pekan III Masa Adven. Kita mengenalnya juga dengan Minggu Gaudete (artinya Bersukacitalah). “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” (Flp 4:4). Kita diundang untuk dengan penuh sukacita menyongsong kedatangan Tuhan. Dan sukacita itu menjadi lebih penuh dengan berbenah diri, bertobat.

Banyak orang datang dengan penuh kerendahan hati untuk membaharui diri mereka. Yohanes lalu memberitahukan kepada mereka apa yang harus mereka lakukan. Pertama-tama dia meminta mereka untuk rela berbagi. Rasul Paulus juga menegaskan, “Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!” (Flp 4:5). Mereka harus memperhatikan sesama yang berkekurangan. Bagi Yohanes, bertobat berarti memperhatikan orang yang menderita.

Ada dua kelompok orang secara khusus datang kepada Yohanes. Mereka dengan penuh kerendahan hati mau berbenah diri juga. Mereka mau bertobat. Apalagi pekerjaan mereka dipandang bermasalah. Para pemungut cukai itu dianggap sebagai pengkhianat orang-orang sebangsanya. Mereka mengeruk banyak keuntungan dengan memberi beban kepada sesamanya. Sedangkan para prajurit Yahudi menjadi pasukan penjaga perdamaian Roma. Mereka adalah kaki tangan penjajah. Yohanes tidak menuntut mereka untuk melepaskan pekerjaan mereka. Mereka diminta untuk berbenah berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan tersebut.

Bagi para pemungut cukai, Yohanes meminta mereka tidak menagih lebih banyak dari apa yang sudah ditentukan (bdk. Luk 3:13). Sedangkan bagi para prajurit, dia meminta mereka untuk tidak menggunakan kekerasan dalam menjalankan tugas dan harus puas dengan gaji mereka (bdk. Luk 3:14). Singkat kata, mereka harus melaksanakan tugas mereka dengan jujur dan adil. Jawaban Yohanes kepada kedua kelompok tersebut sungguh tepat sasaran.

Korupsi, ketidakjujuran, penyalahgunaan kekuasaan dan kekuatan serta nafsu akan uang dan kekayaan merasuki hidup mereka. Mereka justru menjadi penyebab dari penderitaan banyak orang. Itulah sebabnya, Yohanes meminta mereka untuk menghentikan penindasan dan kekerasan yang mereka lakukan.

Yohanes sendiri yang adalah salah satu tokoh Adven menjadi teladan bagi kita. Dia sadar siapa dirinya. Dia hanyalah perintis jalan Tuhan. Hal itu terjadi ketika hidup dan pelayanannya menarik banyak orang. Orang banyak bertanya-tanya apakah dia itu Mesias yang mereka nanti-nantikan itu? Banyak orang hidup dalam kebingungan. Sejumlah nabi dan mesias palsu telah muncul. Yohanes lalu memberikan jawaban resmi kepada para pendengarnya. Seorang yang lebih berkuasa daripadanya akan datang.

Dibandingkan dengan Mesias tersebut, Yohanes sungguh memandang dirinya bukan apa-apa. Dia bahkan melihat dirinya lebih rendah lagi dari hamba yang paling rendah. Mengapa demikian? Karena hanya budak Yahudi yang dapat diminta untuk melepaskan tali sepatu tuannya. Dan Yohanes merasa tidak layak untuk mengerjakan hal itu. Karena “membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.” (Luk 3:16).

Tindakannya pun mengungkapkan misi perutusannya sebagai perintis jalan bagi Tuhan. Yohanes memperlawankan baptisannya dengan baptisan Yesus. Yohanes membaptis dengan air sebagai tanda pertobatan. Sedangkan Yesus membaptis dengan Roh Kudus dan api sebagai tanda definitif Allah yang mendatangkan keselamatan (Roh Kudus) dan penghakiman (api). Orang yang baik dan bertobat (gandum) akan memperoleh keselamatan, sedangkan yang jahat artinya mereka yang tidak mau bertobat (sekam) akan dihukum.

Apakah yang harus kita perbuat? Kita diundang untuk berbenah diri, bertobat. Kita harus dengan rendah hati menyadari siapakah diri kita. Kita adalah pendosa-pendosa. Kita sungguh menderita karena tindihan beban dosa kita. Kita datang ke dunia ini dengan tidak membawa apa-apa. Kita akan kembali juga dengan tidak membawa apa-apa. Kita harus memohon kemurahan hati Allah. Ia telah memberikan segalanya untuk kita, bahkan Putra-Nya sendiri.

Nabi Zefanya bernubuat, “Tuhan Allahmu ada di tengah-tengahmu sebagai pahlawan yang memberi kemenangan. Ia bersukaria karena engkau, Ia membarui engkau dalam kasih-Nya, dan Ia bersorak-gembira karena engkau.” (Zef 3:17). Maka selama ada di dunia ini, kita harus rela berbagi. Kita harus peduli dengan mereka yang menderita. Kita saling meringankan beban dan derita hidup. Itulah yang harus kita lakukan untuk mempersiapkan kedatangan Tuhan.***

Editor: Tommy Aquino


Tags

Terkini

x