KESETIAAN SUAMI ISTRI

- 3 Oktober 2021, 06:45 WIB
P. Stef. Buyung Florianus, O.Carm.
P. Stef. Buyung Florianus, O.Carm. /

Dari jawaban yang diberikan, Yesus menegaskan jawaban-Nya. Orang-orang Farisi menjawab bahwa perceraian itu diizinkan Musa. Syaratnya pun sederhana, yaitu memberikan surat cerai.

Dari jawaban itulah, Yesus lalu mengkritisi mereka. Hanya karena ketegaran hati umat Israellah, peceraian itu diperkenankan Musa.

Sesungguhnya sejak awal, Tuhan menciptakan pria dan wanita. Mereka dikehendaki Tuhan untuk hidup bersama dalam perkawinan. Mereka menjadi satu daging.

Mereka memang dua pribadi. Namun melalui perkawinan, Tuhan menghendaki supaya mereka menjadi satu. Mereka harus menjadi dua orang yang sepikiran, seperasaan dan sekehendak.

Itulah sebabnya, apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia dengan alasan apapun. Kendati hidup bersama itu tidak dapat diteruskan lagi.

Para murid terkejut mendengar jawaban Yesus. Mereka meminta penjelasan lebih lanjut setelah tiba di rumah. Dan Yesus tidak menarik kembali kata-kata-Nya.

Yesus justru menegaskan bahwa perzinahan terjadi bila suami atau istri menceraikan pasangannya lalu menikah dengan wanita atau pria lain. Suami istri yang hidup di luar perkawinan yang sah justru hidup dalam perzinahan (bdk. Mrk 10:11-12).

Suami istri semestinya hidup dalam kesetiaan serta persatuan selamanya sampai mati. Masing-masing harus setia dengan pasangannya seumur hidup.

Setelah menegaskan pengajarannya tentang kesetiaan, Yesus justru mengundang kita untuk belajar dari anak kecil.

Anak kecil adalah model kepercayaan penuh. Hanya dengan kepercayaan seperti anak kecil itulah memungkinkan bagi suami istri untuk setia satu sama lain.

Halaman:

Editor: Tommy Aquino

Sumber: Warta Sasando


Tags

Terkini