Dapatkan Hidup Kekal - Tinggalkan Apa yang Fana

10 Oktober 2021, 14:15 WIB
P. Stef. Buyung Florianus, O.Carm. /

Bacaan: Keb 7:7-11; Ibr 4:12-13; Mrk 10:17-30)
Oleh: P. Stef. Buyung Florianus, O.Carm.

“Pergilah, juallah apa yang kaumiliki, dan berikanlah itu kepada orang miskin.” (Mrk 10:21). Permintaan Yesus ini sangat berat. Siapa yang mampu memahaminya? Tuntutan-Nya sangat keras. Siapa sanggup memenuhinya?

Kendati berat menurut pemahaman kita, Injillah tetaplah Injil. Kendati keras menurut perasaan kita, kabar gembira itu harus diwartakan untuk keselamatan kita.

Hal itu bermula dari seorang yang berlari-lari mendapatkan Yesus. Ketika menjumpai-Nya, ia berlutut dan bertanya kepada-Nya. “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” (Mrk 10:17).

Menanggapi pertanyaan itu, Yesus lalu mengarahkannya kepada Allah. Karena Allahlah asal segala kebaikan. Dialah sumber keselamatan, hidup kekal itu sendiri.

Hidup kekal itu diperoleh dengan menaati segala perintah Allah. Dan ternyata orang itu telah menghayatinya sejak masa mudanya. Namun Yesus masih melihat satu kekurangan lagi dari orang tersebut.

Dia memandangnya dengan penuh kasih. Ia lalu memintanya untuk menjual segala yang dimilikinya. Hasilnya diberikan kepada kaum miskin. Hanya dengan cara itu, ia akan beroleh harta di surga.

Dia juga mengundang orang itu untuk kembali kepada-Nya dan memulai suatu hidup baru dengan berjalan mengikuti Dia. Namun tuntutan Yesus ini melampaui kemampuannya.

Permintaan Yesus gagal ditanggapi. Karena ia masih terikat oleh harta duniawinya. Ia masih terlekat oleh apa yang sementara sifatnya.

Kelekatan kepada harta duniawi itu problemnya. Keterikatan terhadap barang-barang fana itulah masalahnya. Ia kecewa dan meninggalkan Yesus dengan sedih hati.

Kekecewaan orang itu menjadi kesempatan bagi Yesus untuk mengajar para murid-Nya. “Alangkah sukarnya orang beruang masuk dalam Kerajaan Allah.” (Mrk 10:23).

Kata-kata Yesus itu mengejutkan para murid. Mereka gempar. Sungguh berat tuntutan Yesus. Seolah-olah tak seorang pun bisa diselamatkan.

Sesungguhnya orang harus hidup dalam iman. Keselamatan itu karya Allah. Manusia hanya membuka hati dan percaya kepada-Nya. Segala sesuatu mungkin bagi Tuhan.

Petrus rupanya tidak puas. Bukankah ia dan kawan-kawannya sudah meninggalkan semuanya untuk mengikuti Yesus? (bdk. Mrk 10:28).

Yesus menegaskan bahwa mereka yang telah meninggalkan segalanya akan mendapatkan kembali berlipat ganda di dunia ini kendati mengalami banyak penderitaan. Dan di masa yang akan datang, mereka akan memperoleh hidup yang kekal (bdk. Mrk 10:29-30).

Hanya sedikit orang dalam sejarah Gereja yang sungguh radikal memenuhi permintaan Yesus ini. Salah satunya adalah St. Antonius Abas (250-356).

Ia meninggalkan segala kekayaannya dan pergi ke padang gurun. Ia hidup sebagai pertapa dengan memusatkan cinta dan perhatiannya hanya untuk Allah. Ia telah meninggalkan segala-galanya, dan sekarang telah menikmati penuh sukacita kebahagiaan harta surgawi.

Inilah kebijaksanaan yang berasal dari Allah. Sulit dipahami manusia, tetapi membawa kepada kebahagiaan sejati.

Bahwasanya memiliki kebijaksanaan jauh lebih berharga dari apa pun juga. “Dialah yang lebih kuutamakan daripada tongkat kerajaan dan takhta; dibandingkan dengannya, kekayaan kuanggap bukan apa-apa.

Namun demikian, besertanya datang pula kepadaku segala harta milik, dan kekayaan yang tak tepermanai ada di tangannya.” (Keb 7:8.11).

Sebagai murid Yesus, kita diundang untuk belajar percaya. Bahwa dalam ketidakpastian, ketika meninggalkan segala-galanya, kita memiliki KEPASTIAN di dalam Allah.

Harta surgawi menjadi milik kita. Allahlah kekayaan sejati kita. Hidup kekal itu didapatkan dengan meninggalkan apa yang sementara.

St. Yohanes dari Salib berkata, “Untuk mendapatkan SEGALA (Allah), orang harus meninggalkan segalanya (apa yang bukan Allah).”***

Editor: Tommy Aquino

Tags

Terkini

Terpopuler