Pemda Ende Abaikan Undangan Audiens dengan AMAN Nusa Bunga soal Masalah Masyarakat Adat

- 18 Maret 2022, 05:41 WIB
Ketua AMAN Nusa Bunga ( baju sarung ) bersama perwakilan masyarakat adat saat mwnunggm di lobi kantor Bupati Ende
Ketua AMAN Nusa Bunga ( baju sarung ) bersama perwakilan masyarakat adat saat mwnunggm di lobi kantor Bupati Ende /Alex RS/
WARTA SASANDO - Sejumlah utusan masyarakat adat Kabupaten Ende, Kamis 17 Maret 2022 gagal melakukan audiens dengan pejabat di lingkup Pemda Ende. Audiens gagal dilakukan karena para pejabat baik Bupati Ende, Wakil Bupati, Sekda maupun para asisten dikabarkan tidak berada di tempat dan sedang bertugas ke luar daerah.
 
Saat diwawancara di Lobi Kantor Bupati Ende, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Nusa Bunga, Philipus Kami mengungkapkan rasa kecewa karena Pemda Ende mengabaikan undangan audiens.
 
Kehadiran AMAN Nusa Bunga bersama utusan masyarakat adat Kabupaten Ende tersebut, sesungguhnya telah diberitahukan kepada pihak pemerintah melalui surat resmi yang diantarkan pada Jumat, 11 Maret 2022 lalu.
 
Agenda kunjungan mereka kepada pemerintah daerah dalam rangka merayakan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) dan perayaan ulang tahun AMAN ke-23.
 
 
“Surat pemberitahuan dari kami untuk melakukan audiens dengan bupati, wakil bupati, sekda dan atau penjabat lain telah kami antar. Hari ini, mestinya kami diberi ruang dan waktu untuk melakukan audiens tersebut,” kata Philipus Kami.
 
Rencana audiens AMAN dengan para petinggi di Kabupaten Ende ini dalam rangka menyampaikan beberapa persoalan berkaitan dengan keberadaan masyarakat adat Indonesia pada umumnya dan di Flores-Lembata pada khususnya. 
 
Dan audiens nantinya AMAN Nusa Bunga juga akan mempertanyakan kepada pemerintah terkait Perda Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan dan Perlindungan Hak–hak Masyarakat Adat (PPHMA) Kabupaten Ende yang sudah lima tahun ditetapkan namun belum diimplementasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
 
 
Mantan anggota DPRD Ende tersebut mengatakan, Perda tersebut seharusnya sudah dilaksanakan, namun belum ada implementasi di lapangan. Perda itu sangat penting untuk melindungi masyarakat adat Kabupaten Ende dari berbagai konflik agraria maupun kehutanan yang melibatkan masyarakat adat dengan investor atau korporasi, dengan pemerintah maupun antar masyarakat adat.
 
"Sudah  lima tahun Perda Nomor 2 tahun 2017  tersebut berjalan, namun belum ada pengejawantahan dari perda tersebut. Kami minta  pemerintah dalam hal ini Bupati Ende untuk segera menyikapinya dan membentuk Perbup dan mengeluarkan Surat Keputusan tentang Panitia Masyarakat Adat agar segera bekerja untuk melakukan identifikasi, verifikasi dan validasi masyarakat adat sesuai dengan persyaratan yang dimandatkan oleh Perda Nomor 2 tahun 2017," ujar dia lagi.
 
Dia menjelaskan, ada beberapa kasus di berbagai wilayah di Flores-Lembata maupun NTT pada umumnya, dimana hingga saat ini menimpa masyarakat adat sehingga pada momentum ulang tahun AMAN ini, pihaknya meminta agar diskriminasi, intimidasi dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat segera dihentikan. 
 
 
Philipus menyebutkan, hingga saat ini banyak pemda di NTT belum melakukan implementasi perintah Permendagri Nomor 52 tahun 2014 tentang pendataan ulang masyarakat adat se-kabupaten/kota.
 
"Pada moment ini juga AMAN mengingatkan kembali kepada pemda agar segera membuat kebijakan untuk mengimplementasikan Permendagri tersebut," tutur Philipus Kami.
 
Menurutnya, problem wilayah Nusa Bunga yang paling banyak saat ini adalah problem agraria, kehutanan dan lingkungan hidup. Karena itu AMAN mendesak pemerintah segera membentuk kebijakan agar tidak terjadi konflik antara masyarakat adat dengan badan atau dinas terkait. 
 
 
Dia juga berharap pemerintah mengedepankan kolaborasi program pembangunan yang melibatkan masyarakat adat agar seluruh proses perencanaan pembangunan terjadi keseimbangan dalam menentukan arah kebijakan pembangunan tersebut.  
 
Sementara Ketua Dewan AMAN Daerah Flores Bagian Tengah, Fransiskus Ratu juga menyampaikan kekecewaannya karena tidak bisa bertemu dengan perwakilan Pemda Ende. Dia menuturkan, seharusnya pemda menyiapkan waktu bertemu dengan masyarakat adat yang datang untuk menyampaikan aspirasinya karena telah ada surat penyampaian sebelumnya.
 
Frans Ratu mengatakan, sesungguhnya ia ingin menyampaikan kepada pemerintah terkait Perda PPHMA yang sudah disahkan sejak 2017 yang lalu namun belum dilaksanakan secara utuh hingga saat ini. 
 
 
Mosalaki Mukureku ini mengaku saat pembuatan Perda, dirinya terlibat langsung dalam setiap FGD sehingga dia kecewa dengan Pemda Ende yang tidak menggubris keberadaan dokumen penting yang mengatur tentang masyarakat adat di Kabupaten Ende tersebut.
 
“Jujur, kami yang terlibat langsung dalam pembahasan Perda ini. Kami cukup kecewa karena sampai hari ini implementasi pelaksanaan Perda itu tidak ada sama sekali,” ungkap Frans.
 
Dia berharap pemerintah lebih peduli memperhatikan keberadaan masyarakat adat Kabupaten Ende beserta hak-haknya agar tidak terjadi konflik agraria maupun kehutanan.***
 

Editor: Alex Raja S


Tags

Terkini

x