Soal Proyek Waduk Lambo di Nagekeo, Pemerintah Dinilai Abaikan Hak Masyarakat Adat

- 2 Oktober 2021, 09:32 WIB
Ketua AMAN Nusa Bunga, Philipus Kami (baju batik) saat memberikan keterangan pers seputar persoalan yang menimpa masyarakat adat di wilayah Flores dan Lembata.
Ketua AMAN Nusa Bunga, Philipus Kami (baju batik) saat memberikan keterangan pers seputar persoalan yang menimpa masyarakat adat di wilayah Flores dan Lembata. /AMAN Nusa Bunga/

WARTA SASANDO - Pembangunan yang mengatasnamakan kepentingan rakyat seringkali membawa dampak buruk terhadap keberadaan masyarakat adat setempat.

Hal ini dikatakan Philipus Kami, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Nusa Bunga dalam saat mengupas sederet persoalan masyarakat adat di wilayah Flores dan Lembata kepada wartawan di Rumah AMAN Nusa Bunga, Jalan Udayana, Onekore-Ende pada Jumat 1 Oktober 2021.

Philipus Kami menyebutkan, ada beberapa persoalan menimpa masyarakat adat yang menjadi sorotan AMAN Nusa Bunga saat ini.

Diantaranya, kasus tanah masyarakat adat di Golo Mori dan proyek geothermal Wae Sano di Manggarai Barat, pembangunan pabrik semen di Manggarai Timur, proyek geothermal Ulumbu di Manggarai.

Baca Juga: Pernyataan Sikap Peserta PDLH WALHI NTT VIII di Kupang

Selanjutnya proyek Geothermal di Mataloko-Ngada, proyek waduk Lambo di Nagekeo, kasus HGU Nangahale di Sikka, kasus HGU Hokeng di Flores Timur, dan lainnya.

Khusus polemik waduk Lambo di Nagekeo, Philipus Kami menegaskan, masyarakat adat Rendu, Ndora dan Lambo bukannya tidak menginginkan waduk.

Yang ditolak adalah lokasi pembangunannya, dimana mereka memberikan solusi agar lokasi pembangunan waduk dipindahkan dari Lowo Se ke Malawaka atau Lowo Pebhu yang juga masih wilayah adatnya.

"Karena di Lowo Se terdapat pemukiman warga, berbagai intentitas budaya, padang perburuan, kuburan leluhur, sarana publik, lahan-lahan pontesial masyarakat adat dan juga padang ternak," sebut Philipus Kami.

Halaman:

Editor: Tommy Aquino

Sumber: Warta Sasando


Tags

Terkini