Tindakan Represif dan Kekerasan Aparat di Rendu Nagekeo, PPMAN Lapor Propam Mabes Polri

- 21 Desember 2021, 05:45 WIB
Masyarakat Adat Rendu Saat Menghadang Aparat di Lokasi Tempat Pembangunan Waduk Lambo
Masyarakat Adat Rendu Saat Menghadang Aparat di Lokasi Tempat Pembangunan Waduk Lambo /dok Aliansi Masyarakat Adat Nusa Bunga /
WARTA SASANDO - Aksi represif dan kekerasan yang dilakukan anggota Polres Nagekeo terhadap masyarakat adat Rendu mendapat tanggapan serius dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN). Melalui tim hukum, PPMAN telah melaporkan persoalan ini ke Propam Mabes Polri.
 
Tindakan yang dilakukan oleh aparat karena masyarakat adat setempat menolak pembangunan waduk Lambo di Rendubutowe, Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur. 
 
 
PPMAN yang diketuai oleh Syamsul Alam Agus tersebut menyampaikan, untuk memastikan akuntabilitas anggota polri dalam mengimplementasikan nilai-nilai  hak asasi manusia dalam pelaksanaan tugasnya, PPMAN selaku advokat pembela masyarakat adat mengajukan pelaporan atas dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh anggota Polres Nagekeo terhadap masyarakat adat Rendu.
 
Demikian press release yang diterima dari Ketua AMAN Nusa Bunga Philipus Kami, Senin 20 Desember 2021. PPMAN sendiri merupakan organisasi yang beranggotakan 120 orang pengacara Masyarakat Adat di seluruh Indonesia.
 
Tindakan kekerasan, represif, anarkis dan intimidasi seperti yang ditulis oleh PPMAN 
dilakukan oleh anggota Polres Nagekeo terhadap masyarakat adat Rendu, merupakan tindakan pelanggaran hukum sebagaimana mandat dari Undang-Undang Dasar 1945 yang terdapat pada Pasal 18 B ayat (2).
 
 
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam undang-undang.
 
Selain itu disebutkan, Pasal 28I ayat (3) juga diatur bahwa "Indentitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban." 
 
Berdasarkan pada konstitusi tersebut masyarakat adat sepatutnya dilindungi, dihormati dan diakui oleh Pemerintah, baik itu Pemerintah Pusat, Propinsi dan pemerintah daerah.
 
 
Pada kasus masyarakat adat Rendu, terjadi penolakan dari masyarakat adat Rendu, baik itu dilakukan oleh tokoh masyarakat adatnya, perempuan, anak dan lansia. 
 
" Perempuan-perempuan (mama) melakukan aksi protes dengan tidak menggunakan bajunya, ini sebagai simbol perlawanan atas sikap pemerintah yang telah mengambil hak-hak masyarakat adat" tulis PPMAN.
 
Nur Amalia yang juga Ketua Dewan Nasional PPMAN menyampaikan, tindakan anggota kepolisian Polres Nagekeo telah merendahkan harkat dan martabat perempuan adat di Rendubutowe yang berjuang untuk mempertahankan wilayah adatnya. 
 
 
Advokat perempuan senior ini menambahkan, aksi yang dilakukan oleh perempuan adat Rendu dengan membuka pakaian saat anggota kepolisian Polres Nagekeo mencoba untuk membongkar paksa pagar rumah jaga adalah sebagai salah satu bentuk perlawanan perempuan adat atas ketidakadilan yang dialami.
 
"Aksi tersebut  merupakan ujung dari perjuangan perempuan adat untuk menunjukkan bahwa itu adalah simbol kehidupan yang akan menghidupi generasi penerus Masyarakat Adat Rendu telah dirampas oleh Negara secara struktural" ujarnya.
 
Masyarakat Adat Rendu, Lambo, dan Ndora saat ini menolak lokasi pembangunan Waduk di Lowo Se. 
 
 
Alasan Penolakannya yaitu pertama, Lowo Se merupakan tanah Milik Masyarakat Adat Rendu, kedua, mereka akan kehilangan tempat ritus- ritus adat, kuburan leluhur, padang ternak, pemukiman dan lahan pertanian serta fasilitas publik. 
 
"Komunitas yang akan terkena dampak jika Waduk dibangun di Lowo Se adalah Rendu, Lambo dan Ndora. Ketiga: Bertentangan dengan Perda RTRW Kab. Nagekeo No. 1 tahun 2011" ujarnya.
 
Berdasarkan alasan alasan diatas maka Masyarakat Adat Rendu, Lambo dan Ndora tetap komit menolak Lokasi pembangunan waduk di Lowo Se. 
 
 
Bentuk dari penolakan itu, sejak tanggal 9 Desember 2021 hingga saat ini masyarakat adat Rendu, Lambo dan Ndora terus melakukan penghadangan di pintu masuk lokasi Lowo Se.
 
"Walaupun masyarakat adat harus berhadapan dengan aksi represif aparat di lapangan sampai ada anggota masyarakat adat atas nama Antonius Api warga Rendu diciduk dan diamankan" kata dia.
 
Peristiwa pencidukan terjadi pada 20 Desember 2021 sekitar pukul 09.00 WITA. Namun setelah dilakukan upaya negosiasi oleh anggota PPMAN di lapangan, Antonius Api akhirnya dilepas.
 
 
Berkaitan dengan laporan PPMAN ke Propam Mabes Polri dan lembaga terkait lainnya atas perilaku kekerasan dan pengerusakan yang telah dilakukan oleh anggota Polres Nagekeo, PPMAN akan terus mengawalnya.
 
PPMAN meminta dan mendesak Kapolri, untuk segera melakukan pemantauan dan evaluasi, melakukan penegakan disiplin, dan memberikan sanksi terhadap anggota Polres Nagekeo yang menyalahgunakan kekuasaan.
 
PPMAN meminta dukungan dari berbagai lembaga ekesekutif, legislatif, lembaga HAM, dan berbagai organisasi kemasyarakatan untuk melakukan pengawasan pada kasus ini. Tujuannya agar tercapainya keadilan bagi korban masyarakat adat Rendu yang saat ini masih bertahan di tanah leluhurnya. 
 
PPMAN meminta dukungan dari berbagai lembaga untuk melakukan pengawasan pada kasus ini, agar tercapainya keadilan bagi korban masyarakat adat Rendu yang saat ini masih bertahan di tanah leluhurnya.***

Editor: Alex Raja S


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x